Untuk mengganti kecepatan gunakan code : struktur karangan ilmiah: November 2010

Sabtu, 27 November 2010

perkembangan ilmu dalam karngan ilmiah

ilmiah berbeda dengan pengetahuan sehari-hari. Pengetahuan sehari-hari ini sering disebut sebagai pengetahuan nonilmiah. Pengetahuan ilmiah dapat dikaji oleh filsafat ilmiah, sedangkan pengetahuan secara umum dikaji berdasarkan epistemologi. Filsafat ilmiah mendasari kajian keilmuan secara ilmiah berdasarkan metodologi dan kebenaran ilmiah. Namun, filsafat ilmu pengatahuan dan epistemologi tidak dapat dilepaskan satu sama lain (Adian, 2002:18).
Untuk mengetahui ciri pengetahuan ilmiah terlebih dahulu kita harus mengenal pengetahuan nonilmiah. Pengetahun nonilmiah merupakan suatu gelaja yang ada sebagai pengalaman yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah dan logis. Pengetahuan nonilmiah merupakan suatu tradisi atau budaya suatu masyarakat yang dianut secara turun temurun, sehingga eksistensinya tidak dapat dijelaskan berdasarkan metodologi ilmiah.
Dalam menguji keabsahan pengetahuan diperlukan keselarasan antara argumen dengan dunia luar (empiris-induktif), keselarasan antarpernyataan logis (formal-deduktif), keselarasan instrumental atau kebermanfaatan (fungsional). Berdasarkan hal tersebut akan dihasilkan ilmu-ilmu empiris, abstrak, dan terapan (Adian, 2002:19). Kebenaran ilmu pengetahuan dapat ditunjukkan oleh kebenaran teori dengan empiri berdasarkan metodologi ilmiah. Keandalan deskripsi ilmu pengetahuan tampak dari cara kerja ilmiah yang mengarah pada perkembangan ilmu pengetahuan.
Pada hakikatnya pengetahuan ilmiah selalu berkembang. Perkembangannya akan sangat terasa ketika kita menyaksikan perkembangan teknologi sebagai hasil dari perkembangan ilmu. Berbagai hasil temuan baru dalam ilmu pengetahuan akan berdampak pada penerapan ilmu pengetahuan tersebut.
Perkembangan ilmu pengetahuan itu terjadi apabila terdapat anomali dari suatu teori atau terdapat ketidakselarasan dengan empiri. Dari hal tersebut akan terjadi krisis kepercayaan terhadap ilmu pengetahuan yang kemudian akan muncul paradigma baru (Kuhn, 2000). Sementara itu, dari perspektif lain dinyatakan bahwa perkembangan ilmu itu berdasarkan pada ketidakmampuan ilmu pengetahuan tersebut dalam mengeliminasi keterbatasan-keterbatasannya sehingga muncul suatu teori tentatif baru (Popper dalam Hoover, 1990).
Berdasarkan kedua pandangan tersebut, dalam perspektif sederhana bahwa berbagai kajian dalam suatu penelitian itu pada dasarnya dimasudkan untuk menciptakan perkembangan ilmu pengetahuan. Ketika seseorang melakukan penelitian, tentu saja bertolak dari suatu permasalahan yang belum dapat diselesaikan secara teoretis dan praktis oleh ilmu pengetahuan yang ada. Prosedur dan hasil penelitian yang dilakukan dalam rangka mengatasi masalah tersebut harus dapat dideskripsikan dalam bentuk laporan hasil penelitian. Dari laporan itulah, pembaca dapat memahami atau mengakui keabsahan dan keselarasan kajian ilmiah yang dilakukan.Laporan kegiatan penelitian itu disajikan dalam bentuk karangan ilmiah. Bentuk karangan ilmiah yang berhubungan dengan penyelesaian studi dapat berupa makalah, skripsi, tesis, atau disertasi. Laporan studi sebagaimana bentuk-bentuk karangan tersebut pada dasarnya berkonstribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk dapat meningkatkan kepercayaan sidang pembaca terhadap keabsahan dari temuan penelitian ilmiah sangat diperlukan sajian perkembangan ilmu tersebut berdasarkan karakteristik penyajian karangan ilmiah. Demikian pula dalam menyodorkan laporan penelitian itu seharusnya dikemas dalam suatu karangan yang memenuhi kriteria struktur sebuah karangan ilmiah dan bahasa yang memiliki ciri-ciri sebagai bahasa ilmiah.

penting nya menulis karangan ilmiah

kemampuan menulis karangan ilmiah di kalangan siswa atau mahasiswa telah banyak dilakukan mulai dari pengembangan terhadap penguasaan unsur-unsur bahasa sampai dengan pengembangan terhadap kemampuan melakukan tahap-tahap proses kreatif. Pengembangan kemampuan menulis di sekolah-sekolah atau di perguruan tinggi tidak secara khusus dilakukan dalam bentuk pelatihan, kecuali pada beberapa tempat yang dikembangkan program workshop menulis yang berorientasi pada pengembangan menulis secara langsung.
Pembelajaran menulis di sekolah-sekolah di Indonesia tidak dilakukan secara khusus. Pembelajaran menulis hanya merupakan bagian kecil dari pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah-sekolah. Pengembangan kompetensi menulis kepada para siswa hanya sebagian kecil dari pembelajaran di kelas, sehingga kemampuan ini kurang merata dimiliki para pelajar. Bahkan, dari aspek pembinaan guru terhadap kemampuan menulis karangan kurang dilakukan secara optimal. Para siswa jarang beroleh masukan dari guru berupa koreksi terhadap karangan yang dibuatnya. Pada umumnya para siswa hanya mendapatkan nilai kemampuan mengarang, namun tidak mengetahui kelemahan dan keunggulan dari karangan yang dibuatnya.
Apabila terdapat beberapa kemampuan unggul dari para pelajar di Indonesia dalam menulis karangan ilmiah, kemampuan ini sebagai kemampuan bawaan atau karena siswa melatih dirinya. Kemampuan yang dimilikinya itu, bukan merupakan sebuah hasil optimal dari pembelajaran menulis, melainkan karena siswa melakukan kegiatan pengembangan diri dalam menulis.
Kondisi di atas merupakan sebuah fenomena yang mengakibatkan lemahnya kemampuan sebagian besar pelajar dalam menuangkan argumen secara tertulis. Padahal, kemampuan menulis karangan bagi para pelajar sangat penting sebagai bentuk kegiatan berkomunikasi secara tertulis. Dari para pelajar sangat diharapkan bermunculan berbagai pemikiran atau argumen keilmuan yang dapat melengkapi khasanah perkembangan ilmu.
Perkuliahan yang mengarah pada pembinaan kemampuan menulis di perguruan tinggi di Indonesia pada program studi nonbahasa hanya merupakan sebagian kecil dari luang lingkup mata kuliah Bahasa Indonesia. Kondisi ini tampak paradoks dengan tuntutan kemampuan menulis karangan ilmiah yang diharapkan dapat dilakukan mahasiswa. Pada umumnya, para mahasiswa beroleh kesulitan di dalam menulis karangan ilmiah jenis makalah yang ditugaskan kepadanya dari para dosen. Para mahasiswa sering pula menghasilkan makalah yang kurang memenuhi kriteria sebagai karangan ilmiah karena keterbatasan kemampuan dalam menulis karangan ilmiah yang dimilkinya.
Demikian pula ketika mahasiswa akan menyelesaikan studinya dan dituntut membuat karangan ilmiah berupa penuangan secara tertulis gagasan hasil penelitian, mereka mendapat kesulitan dalam merangkai gagasan tertulis ke dalam bentuk karangan ilmiah, yang harus dilaporkan dalam bentuk skripsi, tesis, atau disertasi.
Bentuk-bentuk pengembangan kemampuan menulis yang telah diterapkan dalam dunia pendidikan pada negara-negara maju di antaranya dilakukan oleh D’angelo (1997) yang melakukan pengembangan menulis secara bertahap. Tahapan pengembangan tersebut adalah pertama pemahaman tentang paragraf, kedua mengindikasi bahasan umum yang akan diungkapkan, ketiga menuangkan pernyataan-pernyataan dalam tulisan, keempat menetapkan rencana pengembangan.
Bentuk pengembangan lainnya telah dilakukan oleh Di-Yanni (1995:40), yaitu pengembangan kemampuan menulis yang dilakukan dengan mengembangkan gagasan atau ide melalui pengembangan pertanyaan-pertanyaan pada waktu menulis, kemudian mengembangkannya melalui keterhubungan antar-ide dan kontroversi dari setiap ide. Pengembangan ini akan memperkaya wawasan penulis dalam menuangkan gagasannya ke dalam tulisan.
Pengembangan menulis sebagai dasar pengembangan program literasi yang dilakukan di English Composition Board (ECB) di University of Michigan dengan menerapkan uji penempatan program bagi setiap mahasiswa yang akan mengikuti program tersebut sebagai prasyarat mengikuti program akademik. Setiap siswa yang akan memasuki ECB terlebih dahulu harus dapat menyusun esei sebelum mendaftar kelas yang akan dimasukinya. Berdasarkan kompetensi yang didemonstrasikan dalam tulisan tersebut, mahasiswa ditempatkan dalam tiga kategori program bersyarat, yaitu (1) Tutorial Program yang memiliki kredit dua sampai dengan empat satuan kredit yang harus diambil pada awal semester setelah mereka mengikuti matrikulasi; (2) Introductory Composition Program yang memiliki kredit empat satuan kredit dan diajarkan pada kedua semester awal setelah matrikulasi; dan (3) Exempted Program yang tidak memprasyaratkan program Introductory Composition bagi para mahasiswa sebelum mengikuti program menulis yang lebih tinggi (Stock, 1985:88).
Dari program yang diterapkan ini, kemudian program-programnya diperluas pada pengembangan alat ukur kemampuan menulis, pelatihan para pengajar dalam menulis, konferensi khusus atau pertemuan ilmiah tentang menulis serta berbagai aktivitas menulis lainnya. Perhatian secara optimal yang dilakukan oleh suatu institusi pada pengembangan kemampuan menulis tersebut dapat menghasilkan lulusan yang literat atau memiliki kamampuan literasi sebagai landasan keberhasilan penguasaan kemampuan lainnya.

struktur dalam laporan ilmiah

Pada dasarnya, laporan ilmiah dapat dikatakan sebagai bentuk singkat sebuah makalah penelitian. Hal ini terlihat dari bentuknya. Bila makalah mensyaratkan penyertaan daftar isi beserta daftar-daftar lain yang memang dibutuhkan, laporan ilmiah lebih ringkas lagi. Dalam sebuah laporan ilmiah, biasa disajikan dalam jurnal-jurnal penelitian, struktur sebuah tulisan ilmiah dapat mengikuti pola yang dikemukakan Soeseno (1982) berikut ini.
  1. Judul yang disertai nama penulis dan tempat tugas pekerjaannya.
  2. Abstrak yang menunjukkan intisari tulisan hasil penelitian yang hendak disajikan.
  3. Pendahuluan, yang sering berisi informasi latar belakang dan identifikasi masalah guna mengantar para pembaca ke arah masalah dan pemecahannya.
  4. Tubuh utama, yang berisi:
    • bahan dan metode penelitian yang dipakai;
    • uraian pelaksanaan dan tafsiran maupun rekaannya.
  5. Penutup, yang berisi:
    • hasil penelitian dan pembahasan;
    • ucapan terima kasih kepada mereka yang telah membantu terlaksananya penelitian.
  6. f. Referensi berupa daftar pustaka yang telah digunakan dalam penelitian.
Pola di atas tidak sepenuhnya mutlak. Khusus dalam jurnal-jurnal ilmiah, masing-masing jurnal biasanya memberlakukan struktur penulisannya masing-masing. Informasi itu biasanya selalu disertakan dalam salah satu lembaran jurnal.

bibliografi

Bibliografi atau yang umumnya disebut sebagai daftar pustaka turut menjadi bagian yang penting. Asumsinya, sebuah penelitian ilmiah tentu akan menggunakan referensi-referensi pendukung. Tidak ada batasan minimal maupun maksimal dalam penggunaan referensi. Namun, ini bukan berarti bahwa peneliti bisa seenaknya mencantumkan referensi. Referensi yang terlalu sedikit bisa menandakan peneliti tidak banyak membaca literatur pendukung atau hasil penelitian terkait. Sementara bila terlalu banyak, bisa-bisa dicurigai hasil tulisannya didominasi oleh pendapat ahli daripada pendapat peneliti itu sendiri. Oleh karena itu, pemanfaatan referensi harus dilakukan sewajar dan seperlunya saja.
Tata cara penulisan bibliografi pun harus diperhatikan. Bedakan sumber referensi yang berasal dari buku dengan majalah dan surat kabar. Mengingat dunia internet saat ini pun menawarkan beragam hasil penelitian yang dengan mudah dapat diakses, peneliti dapat memanfaatkan sumber-sumber tersebut sebagai bahan referensi penelitiannya. Khusus untuk sumber referensi dari internet, saat ini disepakati bahwa tata cara penulisannya sebagai bibliografi diperlakukan seperti layaknya sebuah artikel.

pendahuluan

  1. Latar belakang masalah Pada bagian ini, penulis harus menguraikan apa yang menjadi ketertarikannya pada objek yang diteliti. Oleh karena itu, kepekaan untuk memerhatikan fenomena-fenomena yang mutakhir di bidang yang sedang ditekuni menjadi kebutuhan. Tidak jarang, sebuah makalah atau skripsi mendapat sambutan hangat karena membahas topik-topik yang sedang hangat.
    Satu aspek lain yang perlu dikemukakan pada bagian ini ialah tinjauan pustaka. Peneliti perlu menyertakan beberapa penelitian yang relevan dengan topik yang dikerjakan. Hal ini dilakukan agar memperjelas pembaca bahwa penelitian yang dilakukan bukan mengulangi berbagai penelitian lainnya.
  2. Masalah dan batasannya Dari fenomena yang menarik perhatian, penulis harus secara eksplisit mengemukakan masalah yang hendak dibahas. Sebab pada bagian latar belakang, masalah yang hendak dibahas biasanya tidak dikemukakan secara eksplisit.
    Meski demikian, masalah yang hendak dibahas atau diteliti itu masih harus dibatasi lagi. Hal ini dilakukan agar pembahasan tidak meluber luas kepada aspek-aspek yang jauh dari relevan. Selain itu, pembatasan masalah penelitian juga akan menolong dalam hal efektivitas penulisan karya ilmiah.
  3. Tujuan dan manfaat Kemukakan tujuan dan manfaat penelitian yang dikerjakan. Sedapat mungkin dijabarkan keduanya, baik bagi lingkungan akademis maupun masyarakat secara umum.
  4. Metode dan Teknik Analisa Penentuan metode dan teknik menganalisis data juga akan menentukan hasil dari sebuah penelitian. Metode harus dibedakan dari teknik. Mengenai keduanya, Sudaryanto (2001) menyebutkan bahwa metode merupakan cara yang harus dilaksanakan, sedangkan teknik merupakan cara melaksanakan metode. Sebagai cara, tambahnya, kejatian teknik ditentukan oleh adanya alat yang dipakai.
    Dalam ilmu linguistik, metode penelitian berkisar pada dua metode besar, yaitu metode padan dan agih. Sementara tekniknya ada bermacam-macam. Tidak semua metode perlu dan relevan untuk digunakan dalam menganalisa data penelitian. Oleh karena itu, peneliti perlu berhati-hati dalam menentukan metode dan teknik analisanya. Data penelitian yang diperoleh harus benar-benar dicermati perilakunya.
  5. Landasan teori Sebuah penelitian tentu perlu memiliki dasar teoritis yang kuat. Namun, penulis harus benar-benar teliti menentukan dasar teoritis yang akan mendukung pembedahan masalah. Biasanya, bila sudah mengerti perilaku data yang diperoleh, penentuan teori yang hendak dipakai akan lebih mudah.

Jumat, 26 November 2010

pola almiah

Susunan atau pola alamiah adalah suatu urutan unit – unit kerangka karangan sesuai dengan keadaan yang nyata di alam. Sebab itu susunan alamiah dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian utama, yaitu urutan berdasarkan waktu ( urutan kronologis ), urutan berdasarkan ruang ( urutan spasial ), dan urutan berdasarkan topik yang sudah ada .

penyusunan kerangka karangan

Langkah – langkah sebagai tuntunan yang harus di ikuti adalah sebagai berikut :
1.Rumuskan tema
2.Mengadakan inventarisasi topik – topik bawahan yang dianggap merupakan perincian dari tesis atau pengungkapan maksud tadi .
3.Penulis berusaha mengadakan evaluasi semua topik yang telah tercatat pada langkah kedua di atas .
4.Untuk mendapatkan sebuah kerangka karangan yang sangat terperinci maka langkah kedua dan ketiga di kerjakan berulang – ulang untuk menyusun topik – topik yang lebih rendah tingkatannya .
5.Menentukan sebuah pola susunan yang paling cocok untuk mengurutkan semua perincian dari tesis atau pengungkapan maksud sebagai yang telah di peroleh dengan mempergunakan semua langkah di atas.

manfaat kerangka karangan

Mengapa metode ini sangat di anjurkan kepada para penulis, terutama kepada mereka yang baru mulai menulis ? Karena metode ini akan membantu setiap penulis untuk menghindari kesalahan- kesalahan yang tidak perlu dilakukan atau secara terperinci dapat dikatakan bahwa outline atau kerangka karangan dapat membantu penulis dalam hal – hal berikut :
1.Untuk menyusun karangan secara teratur .
2.Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda – beda .
3.Menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih .
4.Memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu .

Kerangka karangan merupakan miniatur atau dari sebuah karangan. Dalam bentuk miniatur ini karangan tersebut dapat diteliti, di analisis, dan dipertimbangkan secara menyeluruh, bukan secara terlepas – lepas.
Dengan demikian : tesis / pengungkapan maksud = kerangka karangan = karangan = ringkasan .

berdasarkan perincian

Berdasarkan perincian yang di lakukan pada suatu kerangka karangan, maka dapat di bedakan kerangka karangan sementara ( informal ) dan kerangka karangan formal.

Kerangka Karangan Sementara
Kerangka karangan sementara atau informal merupakan suatu alat bantu, sebuah penuntun bagi suatu tulisan yang terarah. Sekaligus ia menjadi dasar untuk penelitian kembali guna mengadakan perombakan – perombakan yang di anggap perlu. Karena kerangka karangan ini hanya bersifat sementara, maka tidak perlu di susun secara terperinci. Tetapi, karena ia juga merupakan sebuah kerangka karangan, maka ia harus memungkinkan pengarangnya menggarap persoalannya secara dinamis, sehingga perhatian harus di curahkan sepenuhnya pada penyusunan kalimat – kalimat, alinea – alinea atau bagian – bagian tanpa mempersoalkan lagi bagaimana susunan karangannya, atau bagaimana susunan bagian – bagiannya.

Kerangka karangan informal ( sementara ) biasanya hanya terdiri dari tesis dan pokok – pokok utama, paling tinggi dua tingkat perincian. Alasan untuk menggarap sebuah kerangka karangan semntara dapat berupa topik yang tidak kompleks, atau karena penulis segera menggarap karangan itu.

Kerangka Karangan Formal
Kerangka karangan yang bersifat formal biasanya timbul dari pertimbangan bahwa topik yang akan di garap bersifat sangat kompleks, atau suatu topik yang sederhana tetapi penulis tidak bermaksud untuk segera menggarapnya.

Proses perencanaan sebuah kerangka formal mengikuti prosedur yang sama seperti kerangka informal. Tesisnya di rumuskan dengan cermat dan tepat, kemudian di pecah – pecah menjadi bagian – bagian bawahan ( sub – ordinasi ) yang di kembangkan untuk menjelaskan gagasan sentralnya. Tiap sub – bagian dapat di perinci lebih lanjut menjadi bagian – bagian yang lebih kecil. Sejauh di perlukan untuk menguraikan persoalan itu sejelas – jelasnya. Dengan perincian yang sekian banyak, sebuah kerangka karangan dapat mencapai lima atau tiga tingkat perincian sudah dapat di sebut kerangka formal.

Supaya tingkatan – tingkatan yang ada jelas kelihatan hubungannya satu sama lain, maka di pergunakan pula simbol – simbol dan tipografi yang konsisten bagi tingkatan yang sederajat. Pokok – pokok utama yang merupakan perincian langsung dari tesis di tandai dengan angka – angka Romawi : I, II, III, IV, dst. Tiap topik utama ( Tingkat I ) dapat di perinci menjadi topik tingkat II, yang dalam hal ini di tandai dengan huruf – huruf capital : A, B, C, D, dst. Topik tingkat II dapat di perinci masing – masingnya menjadi topik tingkat III yang di tandai dengan angka : 1, 2, 3, 4, 5 dst. Pokok bawahan tingkat IV di tandai dengan : a, b, c, d, dst., pokok tingkat lima di tandai dengan ( 1 ), ( 2 ), ( 3 ), dst. Sedangkan pokok bawahan tingkat VI, kalau ada, akan di tandai dengan huruf kecil dalam kurung ( a ), ( b ), ( c ), ( d ), dst. Tanda – tanda itu harus di tempatkan sekian macam sehingga mudah di lihat, misalnya seperti bagan di bawah ini

TESIS : ………………………………………………………………………….

PENDAHULUAN ………………………………………………………………

I. ……………………………………………………………………………….

A. ……………………………………………………………………………

1.………………………………………………………………………….

a. ……………………………………………………………………………

( 1 ) ……………………………………………………………………

( 2 ) ……………………………………………………………………

b.……………………………………………………………………….

( 1 ) ……………………………………………………………………

( 2 ) ……………………………………………………………………

2.………………………………………………………………………….

a.………………………………………………………………………..

( 1 )…………………………………………………………………….

( 2 ) ……………………………………………………………………

b.………………………………………………………………………..

B. ……………………………………………………………………………

1.………………………………………………………………………….

a.………………………………………………………………………..

( 1 ) ……………………………………………………………………

( 2 ) …………………………………………………………………….

b.………………………………………………………………………..

2.………………………………………………………………………….

a.………………………………………………………………………..

b.………………………………………………………………………..

( 1 ) ……………………………………………………………………

( 2 ) ………………………………………………………………………………

c.…………………………………………………………………………

II.……………………………………………………………………………..

dst.

III.…………………………………………………………………………….

macam-macam urutan logis yang di kenal

Urutan Klimaks dan Anti Klimaks
Urutan yang merupakan kebalikan dari klimaks adalah anti klimaks . Penulis mulai suatu yang paling penting dari suatu rangkaian dan berangsur – angsur menuju kepada suatu topik yang paling rendah kedudukan atau kepentingannya .

Urutan Kausal
Urutan kausal mencakup dua pola yaitu urutan dari sebab ke akibat, dan urutan akibat ke sebab . Pada pola pertama suatu masalah di anggap sebagai sebab, yang kemudian di lanjutkan dengan perincian – perincian yang menelusuri akibat – akibat yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat efektif dalam penulisan sejarah atau dalam membicarakan persoalan – persoalan yang di hadapi umat manusia pada umumnya .

Sebaliknya, bila suatu masalah di anggap sebagai akibat, yang di landaskan dengan perincian – perincian yang berusaha mencari sebab – sebab yang menimbulkan masalah tadi, maka urutannya merupakan akibat sebab .

Urutan Pemecahan Masalah
Urutan pemecahan masalah di mulai dari suatu masalah tertentu, kemudian bergerak menuju kesimpulan umum atau pemecahan atas masalah tersebut . Sekurang – kurangnya uraian yang mempergunakan landasan pemecahan masalah terdiri dari tiga bagian utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau persoalan tadi, dan akhirnya alternative – alternative untuk jalan keluar dari masalah yang di hadapi tersebut .

Dengan demikian untuk memecahkan masalah tersebut secara tuntas, penulis harus benar – benar menemukan semua sebab baik yang langsung maupun yang tidak langsung bertalian dengan masalah tadi . Setiap masalah tersebut tidak bisa hanya terbatas pada penemuan sebab – sebab, tetapi juga harus menemukan semua akibat baik yang langsung maupun yang tidak langsung, yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kelak .

Urutan Umum – Khusus
Urutan umum – khusus terdiri dari dua corak yaitu dari umum ke khusus, atau dari khusus ke umum .

Urutan yang bergerak dari umum ke khusus pertama – tama memperkenalkan kelompok – kelompok yang paling besar atau yang paling umum, kemudian menelusuri kelompok – kelompok khusus atau kecil .

Urutan khusus – umum merupakan kebalikan dari urutan di atas. Penulis mulai uraiannya mengenai hal – hal yang khusus kemudian meningkat kepada hal – hal yang umum yang mencakup hal – hal yang khusus tadi, atau mulai membicarakan individu – individu kemudian kelompok – kelompok . Urutan ini merupakan salah satu urutan yang paling lazim dalam corak berpikir manusia .

Urutan umum – khusus dapat mengandunug implikasi bahwa hal yang umum sudah di ketahui penulis, sedangkan tugasnya adalah mengadakan identifikasi sejauh mana hal – hal yang khusus mengikuti pola umum tadi . Sebaliknya urutan khusus – umum dapat mengandung implikasi bahwa hal khusus maupun umum sama sekali belum di ketahui . Urutan umum – khusus ini sebenarnya dapat mencakup pula urutan sebab – akibat, klimaks, pemecahan masalah . Atau dapat pula mengambil bentuk klasifikasi, atau ilustrasi . Dalam ilustrasi mula – mula di kemukakan suatu pernyataan yang umum, kemudian di ajukan penjelasan – penjelasan dan bila perlu di kemukakan ilustrasi – ilustrasi yang dapat berbentuk contoh, atau perbandingan dan pertentangan.

Urutan familiaritas
Urutan familiaritas dimulai dengan mengemukakan sesuatu yang sudah di kenal, kemudian berangsur – angsur pindah kepada hal – hal yang kurang di kenal atau belum di kenal. Dalam keadaan – keadaan tertentu cara ini misalnya di terapkan dengan mempergunakan analogi.

Urutan akseptabilitas
Urutan akseptabilitas mirip dengan urutan familiaritas. Bila urutan familiaritas mempersoalkan apakah suatu barang atau hal sudah di kenal atau tidak oleh pembaca, maka urutan akseptabilitas mempersoalkan apakah suatu gagasan di terima atau tidak oleh para pembaca, apakah suatu pendapat di setujui atau tidak oleh para pembaca.

Suatu hal yang perlu di tegaskan di sini sebelum melangkah kepada persoalan yang lain, adalah bahwa tidak ada keharusan untuk mempergunakan pola kerangka karangan yang sama dalam seluruh karangan. Konsistensi harus terletak dalam tingkatan serta satuan yang sama. Misalnya bila pada topik – topik utama telah di pergunakan urutan waktu ( kronologis ), maka pengarang harus menjaga agar hanya topik – topik yang mengandung urutan waktu saja yang dapat di sajikan dalam topik utamanya. Satuan – satuan topik bawahan dapat mempergunakan urutan lain sesuai dengan kebutuhannya.